Friday, June 20, 2014

5 Film Horor Berdasarkan Kisah Nyata



Beberapa film horror sering dibubuhi keterangan “Berdasarkan Kisah Nyata”. Namun tak sedikit yang menjadikannya hanya sebagai trik agar film tersebut laris. Cukup susah membedakan film yang terinspirasi kejadian sesungguhnya atau hanya rekaan saja.
Setidaknya 5 judul fim di bawah ini benar-benar dibuat berdasar kisah nyata seperti yang dikutip :

1.     The Amityville Horror

Film ini mengisahkan pasangan suami-isteri John dan Kathy Lutz beserta anak-anak mereka yang membeli rumah di Long Island. Rumah tersebut ternyata menjadi lokasi pembunuhan masal bertahun-tahun lalu. Keluarga Lutz pun diteror oleh berbagai kejadian seram dan dipaksa pergi oleh hantu dari rumah mereka.
Film ini diangkat dari kisah nyata George dan Kathy Lutz (pada film, nama sang suami George diganti menjadi John) berdasarkan pengalaman mereka saat membeli rumah di Amityville. Pasangan suami-isteri ini mendengar berbagai suara aneh meskipun siang hari. Mereka juga melihat lendir berwarna hijau mengalir keluar dari dinding rumah, sehingga keluarga Lutz berlari keluar rumah ketakutan.

2.     The Entity

Film Entity termasuk film horror konsumsi dewasa, yang bercerita tentang Carla Morgan, seorang ibu tunggal dengan tiga anak. Ia diperkosa berulang kali oleh hantu aneh di rumahnya.
Film ini diangkat dari kisah nyata Doris Bither yang tinggal di Culver City, California. Pada tahun 1974 paranormal Kerry Gaynor dan Barry Taff dipanggil karena Bither mengaku telah mengalami kekerasan fisik seksual oleh mahluk halus.
Gaynor dan Taff menyaksikan benda-benda bergerak di rumahnya, termasuk foto penampakan cahaya mengambang. Tetapi mereka tidak pernah melihat penyerangan hantu terhadap Bither. Gangguan hantu berkurang setelah Bither dan keluarga pindah rumah.

3.      The Exorcism of Emily Rose

Film Exorcism mungkin jadi film horror paling populer. Kisahnya sendiri terinspirasi dari pengalaman hidup seorang gadis Jerman 16-tahun bernama Annelise Michel. Ia mengalami kerasukan yang parah, menyiksa diri sendiri, kelaparan hingga kelumpuhan.
Penderitaanya berlangsung hingga 7 tahun hingga akhinya dua imam dipanggil dan melakukan eksorsisme – ritual pengusiran roh jahat. Mereka menyatakan bahwa Michel dirasuki banyak hantu. Michel akhirnya meninggal bulan Juli 1976 karena kelaparan. Orang tua dan dua imam tadi diajukan ke pengadilan dengan dugaan pembunuhan.
Kisah Annelise Michel yang kemudian diangkat ke dalam film, nama tokoh diganti menjadi Emily Rose. Namun, plot cerita berjalan serupa dengan kejadian nyata.

4.     Wolf Creek

Sebenarnya fim Wolf Creek tidak termasuk film horror yang berkaitan langsung dengan para hantu, melainkan pembunuh berantai. Dalam film diceritakan tiga pengelana (backpackers) disandera oleh seorang psikopat gila.
Film ini diangkat dari kisah Ivan Milat, seorang pembunuh berantai yang bertanggung jawab atas kematian tujuh backpackers di sekitar Belanglo State Forest, Australia sekitar tahun 90an. Milat menguntit pejalan kaki sebelum akhirnya ia menembak, menusuk, mencekik atau memukul korbannya sampai mati. Pihak berwajib cukup kesulitan menangkap Milat karena tak ada motif atau pola tertentu saat melakukan kejahatan, selain tujuan psikopat ini hanya satu: membunuh.

5.     The Haunting in Connecticut

Film ini bercerita tentang keluarga Campbell yang terpaksa pindah ke sebuah tempat bekas kamar mayat. Ini dilakukan agar mereka bisa dengan cepat pergi ke rumah sakit tempat anak mereka dirawat karena kanker. Ternyata bekas kamar mayat tersebut penuh kekuatan jahat, mereka pun dihantui berbagai teror menyeramkan.
Film ini terinspirasi pada kisah Carmen Snedecker dan keluarganya yang pindah ke Connecticut pada era 80-an agar lebih dekat dengan anak mereka Phillip, yang menerima perawatan kanker di rumah sakit. Ternyata kondisi Phillip menjadi tidak menentu dan mengklaim bahwa rumah itu berhantu, namun orang tuanya percaya bahwa ia mengalami skizofrenia.

Dan yang terbaru adalah the conjuring.




Manajemen Kelas

Manajemen kelas adalah kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar efektif di dalam kelas.

Di kelas :
  • Membuat kelas sebagai tempat belajar
  • Menciptakan proses belajar efektif di dalam kelas 
  • Menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk terjadinya proses belajar
  • Selalu berusaha agar siswa benar-benar aktif belajar
  • Mengupayakan sarana-sarana yang membantu proses belajar menjadi lebih efektif dan efisien
Tujuan Manajemen Kelas :
  • Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang baik sehingga lingkungan belajar murid-murid maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa-siswi untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
  • Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar mengajar yang efektif
  • Membina dan membimbing siswa-siswi sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individualnya.
Tren Manajemen Kelas
  • Baru

    1. Fokus pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri
    2. Menekankan pada pembimbingan siswa menjadi lebih disiplin dan tidak terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas diri siswa.
    3. Menekankan pada siswa, guru sebagai pemandu, koordinator dan fasilitator.
    4. Penekanan pada regulasi diri siswa.
     
  • Lama

    1. Menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol siswa.
    2. Mengorientasi siswa pada sikap pasif dan patuh pada peraturan yang ketat - melemahkan siswa dalam pembelajaran aktif.
    3. Guru sebagai pengatur
    4. Model permisif
Kunci dalam manajemen kelas dari awal masa sekolah :
  • Menyampaikan aturan dan prosedur yang anda gunakan kepada kelas dan mengajar siswa bekerja sama untuk mematuhinya.
  • Mengajak siswa terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran.
Slow learner - IQ dibawah rata-rata (borderline)
Under achiever - punya potensi tapi prestasi tidak sesuai dengan potensi

Dampak Manajemen Kelas (Kepada Siswa)
  • Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya serta sadar akan mengendalikan dirinya.
  • Membantu siswa menampilkan tingkah lakunya sesuai dengan tata tertib kelas dan merasakan teguran guru sebagai suatu peringatan bukan kemarahan.
  • Menimbulkan rasa kewajiban melibatkan diri serta bertingkah laku yang wajar sesuai dengan aktivitas kelas yang sedang berlangsung.
Bagi guru :
  • Mengembangkan pengertian dan keterampilan dalam memelihara kelancaran penyajian dan langkah-langkah pelajaran secara tepat dan baik.
  • Memberikan respons secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang menimbulkan gangguan.
  • Memiliki kesadaran terhadap kebutuhan siswa dan mengembangkan kompetensi di dalam memberikan pengajaran yang jelas kepada siswa.
Strategi yang dilakukan dalam manajemen kelas :
  • Mendesain lingkungan fisik kelas untuk pembelajaran yang optimal
  • Menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran
  • Membangun dan menegakkan aturan
  • Mengajak murid untuk bekerjasama
  • Mengatasi problem secara efektif
  • Menggunakan strategi komunikasi

Sekolah Luar Biasa




SLB-A (Tuna Netra)
A.   Metode Pengajaran
1.      Metode Ceramah
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar penyampaian materi dari guru.

2.      Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.

3.      Metode Diskusi
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi kemampuan daya pikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan.

4.      Metode Sorogan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

5.      Metode Bandongan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra Inti karena guru memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.Tunanetra dapat mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa menggunakan indera penglihatan.

6.      Metode Drill
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.


B.   Fasilitas
Alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Guru yang mengajar di sekolah tersebut juga merupakan guru yang telah diberikan pelatihan khusus untuk menangani anak tunanetra.

C.   Mekanisme Pengajaran
Waktu belajar yang diterapkan dalam 1 mata pelajaran adalah 40 menit dan waktu istirahat selama 15 menit.


D.   Tujuan pembelajaran
·          Menjadikan murid lebih terampil dalam membuat sesuatu.
·         Menjadikan murid lebih mandiri dalam menghadapi suatu permasalahan.
·         Diharapkan murid lebih dapat bersosialisasi terhadap lingkungan di sekitarnya.

E.   Manajemen kelas
Gaya penataan kelas yang digunakan dalam sekolah ini adalah gaya seminar atau bentuk U karena guru dapat duduk di tengah-tengah murid dan dapat berinteraksi langsung dengan murid dengan cara duduk berhadapan dengan murid. Gaya manajemen kelas yang diterapkan adalah gaya manajemen kelas otoritatif karena gurulah yang mengontrol langsung materi yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar dan perilaku murid.

SLB Bagian B (Tuna Rungu)
A. Metode Pengajaran
            Metode pengajaran yang paing tepat untuk digunakan di sekolah SLB B yang saya miliki adalah TCL (teacher centered learning). Saya memilih menggunakan metode ini karena saya berpikir anak-anak yang memiiki kekurangan mental apabila kita biarkan dan menyuruhnya belajar secara mandiri maka yang terjadi adalah anak tersebut akan bermain-main dengan temannya. Dengan pembelajaran yang berpusat pada guru maka murid yang memiliki kekurangan tadi dapat di bimbing oleh guru dalam melaksanankan pembelajaran di kelas. Selanjutnya guru tinggal focus pada perilaku murid, mengarahkan para murid. Yang dimaksud dengan mengarahkan adalah member pujian kepada anak yang melakukan suatu kebaikan dan melarang murid ketika dia melakukan sesuatu yang buruk.
B. Fasilitas
            Saya akan membuat fasilitas yag sesuai dengan permediknas tahun 2008 tentang sarana dan pra sarana SLB yang berkategori SLB b yaitu:
1.      Ruang bina komunikasi dan persepsi bunyi dan irama
2.      Ruang bina persepsi bunyi dan bicara
3.      Ruang keterampilan
Dan beberapa fasilitas tambahan yang saya sediakan adalah:
1.      Ruang kelas
2.      Gedung sekolah yang dapat digunakan sebagai pusat pembelajaran
Selain itu saya juga akan menyediakan alat bantu yang daoat digunakan anak tuna rungu, seperti:
1.      Audiometer
Alat ini untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang
2.      Hearing Aids
Alat ini diguakan anak tuna rungu untuk medengar,baik secara individu maupun kelompok
3.      Tape Recorder
Mengontrol hasil ucapan yang direkam
4.      Spatel
Alat bantu untuk membetulkan posisi bicara
5.      Audio Visual
Audio visual seperti film, video, televise.
6.      Cermin
Digunakan sebagai alat bantu dalam mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yag baik.
C. Mekanisme Pembelajaran
            Pada dasarnya pendidikan anak tuna rungu dibagi dua yaitu:
1.      Segregrasi
2.      Integrasi
Sistem segregrasi adalah system pembelajaran yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan anak mendengar normal.sedangkan integrasi adalah system yang memberikan kesempatan pada anak tuna rungu untuk belajar bersama anak normal lainnya. Jadi saya pikir saya lebih menyukai system pembelajaran segregasi. Dan saya akan mengguanakan system tersebut di skolah saya. Karena saya pikir, apabila anak tuan rungu digabungkan dengan anak normal saya takut anak tuanrungu akan di asingkan atau dikucilkan. Sehingga dia akan mengalami tekanan mental dan akan mengakibatkan hal yang buruk terjadi pada perkembangan jiwanya.
Selain di dalam kelas saya juga akan mengajarkan anak-anak tuna rungu dengan menggunakan fasilitas yang ada. Sehingga secara perlahan kemampuan mereka akan meningkat.

D. Tujuan Pembelajaran
            Tujuan dari pembelajaran di sekolah saya adalah:
1.      Membantu anak tuna rungu dalam mengembangkan kemampuan mereka
2.      Membantu tuna rungu agar tidak tertinggal
3.      Memberi mereka kesempatan dalam berkarya
4.      Membantu memulihkan pendengaran mereka menggunakan fasilitas yang ada
5.      Memberi tahu mereka bahwa mereka tidak sendiri dan mereka memiliki teman
6.      Mengajarkan mereka tentang kehidupan
7.      Memberi mereka pengetahuan yang dapat digunakan untuk masa depan mereka
8.      Memotivasi mereka agar selalu bersemangat dalam menjalani hidup

E. Manajemen Kelas
            Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles,2002;Everstone, Emmer, & Worsham, 2003). Jadi saya akan menggunakan manajemen kelas yang se efektif mungkin, mungin dengan cara memperkejakan seorang guru yang membimbing dan menata kegiatan kelas bukan guru yang hanya menekankan pada disiplin. Dan untuk selanjutnya saya akan mendesain lingkungan fisik kelas. Ada beberapa hal yang akan saya perhatikan dalam mendesain lingkingan fisik kelas, yaitu:
1.      Mengurangi kepadatan di tempat lalu lalang
2.      Memastikan guru dapat mlihat semua murid
3.      Materi pengajaran dan pembelajaran murid mudah di akses
4.      Murid harus bisa melihat guru yang menjelaskan pelajaran di depan kelas
Dan gaya penataan kelas yang saya gunakan di dalam kelas adalah gaya auditorium. Saya  memilih gaya ini karena penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak kemana saja. Ini akan membantu guru dalam mengawasi  seluru kelas. Dan untuk selanjutnya saya akan berusaha menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran. Caranya adalah saya akan menjelaskan beberapa hal kepada murid sebelum pelajaran di mulai, yaitu:
1.      Mengajarkan aturan dan prosedur
2.      Menjalin hubungan yang positif dengan murid
3.      Mengajak murid untuk berbagi dan mengemban tanggung jawab
4.      Memberi hadiah pada perilaku yang tepat

F. kesimpulan
            Apabila kita ingin membuka SLB yang berkategori B harus ada beberapa hal yang harus dipenuhi. kita tidak boleh begitu saja membuka sekolah tanpa mengikuti aturan yang ada. Sarana dan prasarana harus lah memenuhi standar yang ada. Di dalam proses pembelajaran fasilitaas yang disediakan sekolah merupakan hal sangat penting dalam proses pembelajaran. Menajemen yang baik dalam kelas akan memaksimalkan proses pembelajaran.

SLB – C (TUNAGRAHITA)
Tunagrahita
Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yng ditandai dengan lemahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Ciri utama retardasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Selain intelegensinya rendah anak retardasi mental juga sulit menyesuaikan diri dan berkembang. Sebelum muncul tes formal untuk menilai kecerdasan, orang reterdasi mental di anggap sebagai orang yang tidak dapat menguasai keahlian yang sesuai dengan umurnya dan tidak merawat dirinya sendiri.
Retardasi mental dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe :
1.      Retardasi mental ringan ( IQ 55-70)
Individu dengan retardasi mental ringan dapat mengembangkan kemampuan akademiknya hingga kelas 5 atau 6 sekolah dasar.

2.      Retardasi mental moderat ( IQ 40-54 )
Individu dengan kategori retardasi mental moderat dapat mengembangan keahlian seperti merawat diri, pertahanan diri dan sebagainya. Dapat berkembang hingga kurang lebih umur 7 tahun pada anak normal.

3.      Retardasi mental berat ( IQ 25-39 )
Individu dengan kategori ini sangat membutuhkan bantuan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari.
1.      Retardasi mental parah ( IQ < 25 )
Individu dengan retardasi mental parah memerlukan perawatan yang lebih lanjut.

            Dalam Sekolah Luar Biasa khusunnya SLB-C untuk tunagrahita anak-anak dengan retardasi mental dapat digolongkan  menjadi dua tipe :
1.      Educabel
pada kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah SLB-C.

2.      Trainable
Kategori Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri, cara makan, minum, dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk berkerja agar dapat mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar biasa untuk kategori ini adalah SLB-C1.

B.   Rancangan Sekolah untuk Anak Tunagrahita

Agar anak-anak dengan retardasi mental ini dapat bersekolah dan menerima pendidikan yang baik dan sesuai untuk kebutuhan mereka ada beberapa kategori yang dapat digunakan :
A.   Metode Pengajaran
·         SLB-C
Untuk anak SLB-C atau mampu didik metode pengajaran yang dapat digunakan adalah metode ceramah oleh guru seperti pada tingkat Sekolah Dasar lainnya. Dalam hal ini guru menerangkan materi yang diajarkan. Setelah itu guru dapat melakukan tanya jawab dengan murid sehingga murid lebih mampu untuk mengerti apa yang diajarkan. Guru juga bisa menggunakan alat peraga untuk beberapa pelajaran agar anak lebih tertarik untuk belajar dan mampu untuk mengingat lebih baik materi pembelajarannya. Setiap minggunya juga dapat dibuat pelaporan kinerja sehingga guru dapat mengetahui perkembangan anak secara baik juga memberikan reward bagi anak yang berkembang dengan baik dan disiplin dalam kelas.

·         SLB-C1
Untuk anak SLB-C1 atau mampu latih metode pengajaran yang dapat digunakan adalah ceramah secara efektif dengan menggunakan kontak mata yang baik, isyarat, juga suara yang jelas. Guru dapat membangun komunikasi yang baik dengan murid sehingga murud merasa nyaman saat belajar. Karena mereka merupakan murid yang mampu didik maka harus disediakan berbagai alat untuk menunjang pembelajaran mereka.

B.   Mekanisme Pengajaran
·         SLB-C
Mekanisme pengajaran yang dapat diterapkan bisa sama dengan anak Sekolah Dasar pada umumnya. Bisa digunakan waktu 30-35 menit untuk setiap mata pelajarannya. Yaitu dengan 20 menit ceramah oleh guru dan 10 menit tanya jawab dengan siswa.

·         SLB-C1
Pada kelas ini mekanisme yang digunakan dapat digunakan waktu 120 menit. Dimana 15 menit pertama guru akan memperkenalkan alat, 30 menit selajutnya guru akan memperagakan keterampilan yang akan dilatih. 75 menit kemudian para peserta didik akan memperaktekkan keterampilan tersebut dan dibantu dengan guru.

C.   Managemen Kelas
·         SLB-C
-          Gaya Penataan
Dapat digunakan gaya seminar yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah besar murid duduk berbentuk lingkaran, persegi, atau bentuk U. Pada gaya ini guru akan lebih mudah untuk menjangkau murid-muridnya sehingga guru lebih mudah mengetahui apa yang dilakukan murid dan mengetahui apakah murid sudah mengerti atau tidak.
-          Stategi Umum
Dapat digunakan gaya otoritatif yaitu melibatkan murid dalam kerja sama give and take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Sehingga mereka mampu untuk berkerja sama dengan teman, tidak cepat puas, dan berusaha mencapai penghargaan tertinggi.

·         SLB-C1
-          Gaya Penataan
Dapat digunakan gaya klaster yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah murid berkerja dalam kelompok kecil. Pada gaya penyusunan kelas ini anak dapat berusaha untuk mengerjakan keterampilan mereka secara bersama-sama. Atau dapat juga digunakan gaya off-set yaitu gaya susunan kelas dimana sejumlah murid duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gaya ini dilakukan apabila guru ingin menguji murid satu per satu dengan keterampilan yang mereka miliki yang membutuhkan konsentrasi sehingga mereka tidak saling mengganggu satu sama lain.
-          Strategi Umum
Dapat digunakan gaya otoritatif juga yaitu melibatkan murid dalam kerja sama give and take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Sehingga mereka mampu untuk berkerja sama dengan teman, tidak cepat puas, dan berusaha mencapai penghargaan tertinggi.


D.   Tujuan Pembelajaran
·         SLB-C
-          Mengembangkan kemampuan akademik peserta didik secara optimal agardapat mandiri dalam kehidupan.
-          Menyiapkan peserta didik agar memiliki dasar-dasar kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, serta akhlak yang mulia.
-          Membekali peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih lanjut.
-          Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat.

·         SLB-C1
-          Mengembangkan non akademik peserta didik secara optimal agar mandiridapat mandiri dalam kehidupan.
-          Menyiapkan peserta didik agar memiliki keterampilan untuk bekal hidup mandiri.
-          Mempersiapkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang trampil.
-          Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat.

E.   Fasilitas
·         SLB-C
-          Menyediakan guru-guru yang berkualitas yang mengerti tentang Anak Berkebutuhan Khusus dan memiliki pengalaman yang baik di bidang ini.
-          Menyediakan buku-buku yang berkualitas dan sesuai bagi peserta didik pada tingkatannya masing-masing.
-          Menyediakan ruang kelas yang nyaman dan aman untuk kegiatan belajar mengajar sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik.
-          Menyediakan alat peraga yang menunjang pada kegiatan belajar mengajar.
-          Menyediakan tempat bermain dan taman yang baik dan aman untuk peserta didik.

·         SLB-C1
-          Menyediakan guru-guru yang berkualitas yang mengerti tentang Anak Berkebutuhan Khusus dan memiliki pengalaman yang baik di bidang ini.
-          Menyediakan alat dan bahan yang baik dan aman untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.
-          Menyediakan ruang kelas yang nyaman dan aman untuk kegiatan belajar mengajar sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik.
-          Menyediakan rak-rak yang tersusun rapi untuk memajang hasil karya peserta didik.
-          Menyediakan tempat bermain dan taman yang baik dan aman untuk peserta didik.


SLB-D(Tuna Daksa)
SLB-D adalah Sekolah untuk Tunadaksa (Anak yang mengalami cacat tubuh)

Karakterisitik anak tunadaksa adalah: anggota gerak tubuh tidak lengkap, bentuk anggota tubuh dan tulang belakang tidak normal, kemampuan gerak sendi terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari hari.
                                                   
Sistem yang saya anggap baik jika mendirikan sekolah SLB-D, harus memiliki;

A.              Metode pengajaran     
· Ceramah
· Diskusi Berkelompok
· Praktek (Dalam pengjaran kegiatan agar lebih mandiri dalam kegiatan sehari-hari).

B.              Fasilitas      :          
·                  Pengajar/Pembina, Psikolog dan Dokter khusus untuk menjamin perkembangan anak sesuai.
·                  Gedung dan Ruang yang dikhususkan untuk keperluan anak tuna daksa
(Contoh: Terdapat tangga yang rata tanpa anak tangga yang dikhususkan    untuk memudahkan siswa yang memakai kursi roda, atau wastafel rendah agar mereka tidak perlu dibantu berdiri untuk mencuci tangan.)
·                  Komputer, Alat olahraga, UKS yang lengkap.

C. Mekanisme Pembelajaran    
·                  Pertemuan dilakukan 5 hari aktif untuk pelajaran akademis / pelatihan berkegiatan untuk mandiri dan 1 hari untuk ekstrakulikuler.
·                  Dalam sehari pertemuan diadakan 14 jam dengang istirahat 2x30menit setiap pertemuannya. Setiap mata pelajaran berlaku 45menit/pertemuan.
·                  Proses belajar mengajar dimulai dengan; ceramah 30 menit, berdiskusi sekelompok 60 menit, praktek(jika diperlukan)

D.   Tujuan Pembelajaran
·                  Tujuan Umum:
Meningkatkan status kesehatan dan mengurangi tingkat ketergantungan anak penyandang cacat di SLB.
·                  Tujuan Khusus:
1. Meningkatnya kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan anak
penyandang cacat di SLB.
2. Memberi makna bahwa mereka dapat belajar apa yang anak normal lain  dapat pelajari (khususnya dalam hal akademis dan bakat).

E.   Manajemen Kelas

·                  Setiap kelas berisi 7-12 anak.
·                  Setiap kelas didampingi 2-3 pengajar (diharapkan 1 pengajar/pembina memegang 3-4 anak)

SLB –E (tuna Laras)
-Metode Pengajaran:
Metode Pengajaran menggunakan Teacher Centered Learning (TCL) dikarenakan butuh control dari pengajar agar tidak terjadi kecelakaan akibat keterbatasan atau kekurangan pengendalian emosi.
-Fasilitas:
1.               Pengawas pembelajaran dimana di setiap proses belajar mengajar ada pengawas yang menjadi control kelas
2.               penjauhan dari fasilitas benda-benda yang dapat melukai. Missal: benda tajam, kursi diganti dengan karpet
3.               psikolog yang mumpuni sebagai monitoring emosi atau therapy penenang
4.               fasilitas medis untuk mengatasi hal-hal yang berkenaan dengan medis.
5.               Penggunaan slide dan infokus serta hal-hal yang tidak impulsive agar tidak mendiskombabulasikan emosi

-Mekanisme Pengajaran
Pengajar memberikan materi yang berkenaan dengan kognisi dan intelegensi anak-anak tuna Laras. Pengajar diberikan training oleh psikolog mengenai cara mengatasi ABK. Lalu setiap bahan pengajaran diberikan feedback kepada anak ABK seminim mungkin dan senyaman mungkin bagi mereka
-Tujuan Pembelajaran
Untuk membantu akademis dan kesejahteraan anak-anak ABK terutama penyandang tuna Laras agar bisa bercampur dengan masyarakat di masa depan dan terjamin masa depanyanglebihbaik.



-Manajemen Kelas, Tempat, dan Waktu
Manajemen kelas menggunakan kelas kluster dan auditorium, disesuaikan dengan kondisi kelas. Waktu 5 hari dalam seminggu sebagai insentif kenyamanan penyandang tuna Laras. Tempat akan di pisahkan dalam kelas tertentu menurut dari kemampuan kestabilan emosi dan akademis